My New Me

Wednesday, July 04, 2007

Hari ini mama mau cerita ttg susternya Axl yg sok tau en sok tempe

Jadi cerita begini, axl dr semalam tuh keliatan lemes banget. Berbaring sambil menatap mama tp gak ngomong apa2.. (axl knp sih, mama jd takut niy diliatin gitu)

Mama pikir, apa krn dia kena diare yah? Soalnya kalao lemes begitu, biasanya krn diare. Tapi semalaman dia gak buang air besar sama sekali, mau tanya mbaknya sdh larut malam (jam 11an) khan kasihan kalau lg enak2 tidur dibangunin.

Pagi2, mama (M) tanya mbak ami (A):
M : mbak ami, axl kemarin buang2 air gak?
A : nggak bu
M : bener? Koq dia lemes gitu, khan gak biasanya dia diem aza. Yakin dia gak buang2 air?
A : iya bu
M : hmmmmm… emang kamu tau artinya buang2 air?
A : tau
M : oooohhhh (feeling mama niy agak2 gak puas dng penjelasan dia)

M : mbak ami, buang2 air itu artinya mencret
A : axl mencret dua kali kemarin
M : lohhh koq kamu gak telp ibu? Khan ibu sdh bilang kalau ada apa2 mis. mencret, badan hangat telp ibu... jgn diem aza yah..
A : diem aza (gak tau feeling guilty or nggak mudeng)
M : mencret itu istilah lainnya buang2 air mbak…

Yah sud, pagi itu mama instruksikan agar axl kasih oralit setelah buang2 air lagi (ngerti kagak yah?) en nyiapin obat panas serta takarannya, krn biasanya diare dilanjutin badannya jadi agak2 hangat

M : kamu ngerti takaran obatnya?
A : ngerti bu
M : yakin??
A : iya
M : kalau nggak ngerti, jgn sok tau yah krn ini obat, gak boleh kamu kasih sembarangan. Kalau gak ngerti telp ibu. (sok disabar2in pdhl sesungguhnya sdh agak2 gedeg niyy)..

Mbak Ami itu emang orgnya sok teu.
Makanya mama kudu ati2 dan pelan2 saat menginstruksikan dia.

Secara namanya ibu2 jaman sekarang, kdg2 ngomong ama pembantu/BS kecampur2 bahasa inggris segala. Maklumlah keturunan London kecampur Purwokerto soalnya..

Contohnya lagi saat mama tanya (secara dia masih baru kerja di rumah)

M : mbak ami, tau gak cara angkat telp (telp di rumah pake cordless)
A : tau bu
saat ada telp masuk, mama suruh dia angkat telp
M : mbak ami, angkat telp yah
A : baik bu
trus dia kasih tu' telp yg masih berdering2, gak mencet tanda "answer"
M : lohhhh kamu angkat dongg..
A : khan sdh saya angkat
M : (gedubrakkkk)

Balik ke axl yg sdg lemes2nya, gitu deh kalau jadi ibu sambil bekerja. Kalau anak lagi gak enak badan dan sakit, bawaannya jadi lieur, lieur krn disatu sisi ingin nemenin anak tp disisi lain kudu kerja

Dan axl tumben2nya saat mama mau berangkat kerja merengek minta ikut. Padahal selama ini dia santai2 aza bahkan da-da en cipika cipiki ama mama. Aduhh di kantor jadi gak tenang, dari sampe kantor until saat ini aza sudah dua kali nelpon rumah.

Axl, cepat sembuh yah nak, mama kangen kicauan axl, walaupun kalau axl lagi berkicau kadang2 mama bete juga siy.. hihi abis kamu cerewet banget...
Pokoknya jgn lemes2 gitu dong, mama jadi sedih niy.. gpp deh mama keberisikan yg penting axl sehat, sayang..

Ayooo khan wiken ini kita mau outing ama temen2 kantor mama ke Novotel Bogor, mau ketemu en berenang bareng Shazma, Keyshia, Al, uni Dinda, abang Oza, abang Zani dan abang Reiza juga tante2 centil temen mama..
Ini niy poto saat outing tahun lalu ke Lido, Sukabumi..


Labels:

posted by mama ayu at 9:08 PM Ada 0 cinta yang datang

Monday, July 02, 2007

Operator

ARTI LETAK TAHI LALAT(BERDASARKAN PENELITIAN DARI AHLI PERTAHI -LALATAN)

Jika TAHI LALAT ada di :
* Ubun ubun : materialistis, pelit
* Pelipis kanan : pintar simpan rahasia
* Pelipis kiri : jiwa sosial
* Pipi kanan : rendah hati
* Pipi kiri : baik hati, budi luhur
* Ujung hidung : ceplas ceplos
* Bibir atas kanan : suka debat
* Bibir atas kiri : pinter gaul
* Bibir bawah kiri : cerewet
* Bibir bawah kanan : nggak gampang kalah dalam obrolan
* Dagu kanan : penuh kasih sayang
* Dagu kiri : hemat, pendiam
* Leher kanan : kuat hati
* Leher kiri : tak mudah putus asa
* Pundak kanan : kuat pikul tanggung jawab
* Pundak kiri : kuat batin
* Dada kanan : iba hati
* Dada kiri : banyak pria jatuh cinta
* Perut kanan : nafsu seks besar
* Perut kiri : tabah penderitaan
* Pusar : sering dapat kebajikan
* Perut bawah kanan : besar nafsu
* Perut bawah kiri : sering tirakat
* Alat kelamin kiri : kuat
* Alat kelamin kanan : banyak yang suka
* Pantat kanan : banyak kawan
* Pantat kiri : suka bekerja
* Paha kanan : kuat kemauan
* Paha kiri : sering terima kerjaan
* Pelupuk mata kanan : baik budi
* Pelupuk mata kiri : banyak yang jatuh cinta
* Pergelangan tangan kanan : pintar simpan rahasia
* Pergelangan tangan kiri : fanatik, suka bangga diri

percaya nggak percaya, buktikan saja !!!!
Hayoo buruan periksa, kalau ngga punya tahi lalat, bikin aja pake spidol... hehehehehe... :p

Labels:

posted by mama ayu at 7:25 PM Ada 4 cinta yang datang

Cinta hanyalah sepotong perasaan yang takkan habis dimakan Waktu


MENJELANG hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang,hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan sematamiliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

"Kenapa?" tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijarbagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkaikata-kata yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas.

Mulut Nania terbuka.Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan menyadari, dia tak punya kata-kata! Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadiandi kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap.Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknyayang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

"Kamu pasti bercanda!"Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dariPapa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Naniabercanda.

Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Naniayang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong.Semua menatap Nania! "Nania serius!" tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Raflimemang melamarnya."Tidak ada yang lucu," suara Papa tegas, "Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!"Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalahpertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah ituberpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan matapenuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

"Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?" Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa,"maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?"

Nania terkesima.

"Kenapa?"Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajangbusana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juarabaca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!

Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur. Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkanlaki-laki manapun yang kamu mau!Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa,kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraianmereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan."Nania Cuma mau Rafli," sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.

Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkansangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat.Parah.

"Tapi kenapa?"Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, denganpendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amatsangat biasa.

Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya."Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!"Cukup!Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawimenjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihatpencapaiannya hari ini?

Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli. Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya. Gadis itutak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luarbiasa'.Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntunNania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.Mereka akhirnya menikah.

***

Setahun pernikahan.

Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih seringberbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli.Jeleknya,Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agartampak di mata mereka.

Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besarhingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata,atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itusangat bahagia.

"Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania."Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya."Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!""Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!""Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupansukses!"Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes.Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak bolehmeremehkan Rafli.
Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?Rafli juga pintar!Tidak sepintarmu, Nania.Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.

Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adikmereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli.Lagi-lagi percuma."Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamubahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu."

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua.Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.

Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satuperempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebihdari cukup untuk hidup senang.

"Tak apa," kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidakterlalu memforsir diri."Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang."Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlukhawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisamenangkap hanya maksud baik."Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya?"Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itusesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiranNania cerah.Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, denganpekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania.

Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakingemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anakpintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia.Hidup perempuan itu berada di puncak!
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas danbergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisiktetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!

Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapiNania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh diahidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.
Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser daripuncak.Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga.Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, ataumembuat Nania menangis.

***

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya.
"Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!"
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalamrahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hinggaperempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanyadalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit.Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentarke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementarakakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obatpertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akanmelahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per limamenit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

"Baru pembukaan satu.""Belum ada perubahan, Bu.""Sudah bertambah sedikit! " kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan."Sekarang pembukaan satu lebih sedikit."
Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.

Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua.Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah.Perkiraan mereka meleset.

"Masih pembukaan dua, Pak!"Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakityang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisiperempuan itu makin payah.Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya."Bang?"Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.

"Dokter?""Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar."Mungkin?Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?Bagaimana jika terlambat?Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamaroperasi.Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuahsekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilandokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun.Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan disekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia taksadarkan diri.
Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibirlelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.

Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat."Pendarahan hebat."Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah.Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah!Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.

Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali.Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.
Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda.Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir dipembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar danmeluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

***

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik darikediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatianbagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yangbaru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga dayahisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.

Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Naniadi rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil.Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluargaNania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkanrumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah.Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti danmemberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam.Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yangterbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yangkebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilansederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra.

Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya."Nania, bangun, Cinta?"Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan,pipi dan kening istrinya yang cantik.Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumahsakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanyadengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil takbosan-bosannya berbisik, "Nania, bangun, Cinta?"

Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumbersemangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukanibunya.Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lamatak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata,gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnyayang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajahpenat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Naniadan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa.Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahunterakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak kesekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itucepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datangsambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu takperlu.Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelahselalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialahperempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalankeluar.Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan direstoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut.Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalumelibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orangdi sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafliyang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari.Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinyadi jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania takpuas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semuaberbisik-bisik.

"Baik banget suaminya!""Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!""Nania beruntung!""Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.""Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimanasuaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!"
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian.Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akanselalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayahmereka.Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yanglebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna.Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbuttakdir dari tangannya.

Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-lakibiasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.


Diketik ulang oleh Juli Prasetio Utomo, 28 Juni 2005, denganpembenahan beberapa ejaan dan tanda baca.

Labels:

posted by mama ayu at 6:25 PM Ada 0 cinta yang datang